Menyikapi Makna Sebuah Budaya Dengan Positif

 

Kemarin siang, datanglah seorang tetangga yang tempat tinggalnya tidak jauh dari gubuk hunian saya. Beliau kemudian mengutarakan maksud dan tujuannya bertamu, "Om kulo nyuwun tulung, saget mboten jenengan njemput larene kulo ten klinik?," (Om saya minta tolong, bisa tidak kamu jemput anak saya di klinik?). Setelah tanya jawab, ternyata anaknya beliau baru saja bersalin dan minta untuk dijemput kembali kerumah beliau. Tanpa pikir panjang saya sanggupi saja permintaan tetangga saya itu, yah hitung-hitung berbagi kebahagiaanlah.

Malam harinya terdengar suara ramai di rumah tetangga saya tadi, kemudian saya pun memutuskan untuk melihat situasi dan kaadaan disana. Ternyata sudah ramai tetangga-tetangga saya yang lain berkumpul disana, mereka sibuk dengan berbagai kegiatan, seperti memasak, mendirikan tenda dan sebagainya. 

Kembali suasana kekeluargaan dan gotong royong yang kuat di pertontonkan. Bahagia rasanya, menjadi bagian dari lingkungan ini, bisa saling berbagi dan tolong menolong, suasana keakraban yang tulus dan tidak dibuat-buat. 

Dalam sebuah budaya, kegiatan ini sangat kental dengan budaya Jawa, biasanya pada malam harinya setelah kelahiran sampai 6 malam atau sepasaran akan diadakan lek-lekan. Nah, kira-kira apa yah maknanya, kita akan coba cari tahu.

Lek-lekan dalam bahasa Jawa padanannya dalam bahasa Indonesia ialah "begadang." Ungkapan ini dari kata kerja "melek" yang artinya "matanya terbuka," maksudnya tetap terjaga/tidak tidur.

Lek-lekan umumnya dilakukan secara masal, misalnya seluruh warga RT, seluruh anggota keluarga dan lainnya. Pada malam hari, dengan tujuan ritual atau tirakatan, misalnya sebelum diselenggarakan upacara pernikahan, menyambut kelahiran bayi, mendirikan rumah, memperingati HUT Kemerdekaan NKRI, malam 1 Syuro/ Muharram dan lainnya. Acaranya biasanya berlangsung paling tidak sampai tengah malam, bahkan bisa sampai menjelang subuh.


Di lingkungan saya, lek-lekan dalam rangka menyambut kelahiran bayi disebut acara moyen, dari kata dasar "momong bayen" artinya menandai malam pertama si jabang bayi hadir di dunia. Umumnya dihadiri para tetangga satu RT, terutama bapak - bapak dan remaja putra, dan disuguhi bubur beras dengan lauk khas sambel tumpang.

Lek-lekan dalam rangka tirakatan pada malam sebelum acara resepsi perkawinan keesokan harinya disebut acara "midodareni", berdasar mitos bahwa pada malam tersebut, calon pengantin putri didatangi widodari yang menyebabkan sang pengantin terlihat cantik jelita dan manglingi pada saat di rias dan berbusana pengantin.     

Yah ... mungkin itu saja yang bisa saya jelaskan menurut tetua adad dan sesepuh dilingkungan saya. mungkin kegiatan yang sama dilakukan di tempat yang lain hanya saja penyebutannya yang berbeda. Tetapi makna positif yang dapat kita ambil, kegiatan tersebut menimbulkan rasa kekeluargaan dan gotong royong yang erat, sehingga bagi saya kegiatan seperti ini perlu diwariskan ke generasi mendatang.

Terima kasih semoga bermanfaat.
 

Posting Komentar

5 Komentar

  1. Berbagi kebahagiaan dan suasana kekeluargaan msih kental,,👍👍👍

    BalasHapus
  2. Mantap...budaya Jawa hrs selalu kita lestarikan dimanapun kita berada...trus berkarya suhu utk slalu bebagai ilmu dan pengalaman...

    BalasHapus
  3. Mantap, kalau bukan kita yg melestarikan siapa lagi???

    BalasHapus
  4. mantap..mantul..keren..luar biasa..semakin terbiasa jari2nya,,

    BalasHapus

 AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR